Nama : PUTRI EKA AYU
NPM :
25212762
Kelas :
4EB20
BAB III
Ethical Governance
1.
Governance
System
Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah Ajaran
untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance (Etika Pemerintahan)
terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur,
struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari
suara hati manusia. Suara hati manusia menentukan perbuatan mana yang baik dan
mana yang buruk, tergantung pada kepribadian atau jati diri masing-masing.
Manusia berbuat baik atau berbuat buruk karena bisikan suara hatinya (consience
of man).
Kesusilaan mendorong manusia untuk kebaikan akhlaknya,
misalnya mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain, disamping itu
kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan
lain-lain. Kesusilaan berasal dari ethos dan esprit yang ada dalam hati nurani.
Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah batin manusia itu sendiri, seperti
penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi bagi mereka yang melanggar kesopanan
adalah dari dalam diri sendiri, bukan dipaksakan dari luar dan bersifat otonom.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang
lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan
dan lain-lain.
Kesopanan dasarnya adalah kepantasan, kepatutan,
kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam pergaulan (masyarakat,
pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula sopan santun, tata
krama, adat, costum, habit. Kalau kesusilaan ditujukan kepada sikap batin
(batiniah), maka kesopanan dititik beratkan kepada sikap lahir (lahiriah)
setiap subyek pelakunya, demi ketertiban dan kehidupan masyarakat dalam
pergaulan. Tujuan bukan pribadinya akan tetapi manusia sebagai makhluk sosial
(communal, community, society, group, govern dan lain-lain), yaitu kehidupan
masyarakat, pemerintah, berbangsa dan bernegara. Sanksi terhadap pelanggaran
kesopanan adalah mendapat celaan di tengah-tengah masyarakat lingkungan, dimana
ia berada, misalnya dikucilkan dalam pergaulan. Sanksi dipaksakan oleh pihak
luar (norma, kaedah yang ada dan hidup dalam masyarakat). Sanksi kesopanan
dipaksakan oleh pihak luar oleh karena itu bersifat heretonom. Khususnya dalam
masa krisis atau perubahan, prinsip pemerintahan dan fundamental etikanya di
dalam masyarakat sering kali dipertanyakan dan kesenjangan antara ideal dan
kenyataan ditantang. Belum lagi, kita mengerti diskusi Etika Pemerintahan
sebagai diskursus berjalan dalam pengertian bersama tentang apa yang membuat
pemerintahan itu baik, dan langkah konkrit yang mana yang harus dilakukan dalam
rangka berangkat dari konsensus bersama ke pemerintahan praktis itu adalah
indikator demokrasi dan masyarakat multidimensi.
2.
Budaya
Etika
Gambaran mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian
para pimpinannya Budaya etika adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika
dilakukansecara top-down. Langkah-langkah penerapan :
a. Penerapan Budaya
1)
Etika Corporate Credo : Pernyataan ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut
dan ditegakkan perusahaan.
2)
Komitmen Internal :
a)
Perusahaan terhadap karyawan
b)
Karyawan terhadap perusahaan
c)
Karyawan terhadap karyawan lain
3)
Komitmen Eksternal:
a)
Perusahaan terhadap pelanggan
b)
Perusahaan terhadap pemegang saham
c)
Perusahaan terhadap masyarakat
b. Penerapan Budaya Etika
Program
Etika : Sistem yang dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan
agar melaksanakan corporate credo.
Contoh :
audit etika Kode Etik Perusahaan
Lebih dari 90% perusahaan membuat kode etik yang khusus digunakan
perusahaan tersebut dalam melaksanakan aktivitasnya.
Contoh : IBM membuat IBM’s Business Conduct Guidelines (Panduan Perilaku
Bisnis IBM).
Corporate
culture(budaya perusahaan) merupakan konsep yang berkembang dari ilmu manajemen
serta psikologi industri dan organisasi. Bidang-bidang ilmu tersebut mencoba
lebih dalam mengupas penggunaan konsep-konsep budaya dalam ilmu manajemen dan
organisasi dengan tujuan meningkatkan kinerja organisasi, yang dalam hal ini,
adalah organisasi yang berbentuk perusahaan.
Djokosantoso
Moeljono mendefinisikan corporate culture sebagai suatu sistem nilai yang
diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan
dijadikan acuan berperilaku dalam organsisasi untuk mencapai tujuan perusahaan
yang telah ditetapkan.
Kalau
dikaji secara lebih mendalam, menurut Martin Hann, ada 10(sepuluh) parameter
budaya perusahaan yang baik :
1) Pride
of the organization
2) Orientation
towards (top) achievements
3) Teamwork
and communication
4) Supervision
and leadership
5) Profit
orientation and cost awareness
6) Employee
relationships
7) Client
and consumer relations
8) Honesty
and safety
9) Education
and development
10) Innovation
3.
Mengembangkan
Struktur Etika Korporasi
Semangat untuk mewujudkan Good Corporate Governance
memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi
baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung
terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di
stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal,
Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate
Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan
agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara
baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris
independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris
perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board
Governance”.
Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk
komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian
dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan
organisasi. Sementara itu, sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu
dewan direksi untuk menyikapi berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai
pihak eksternal perusahaan seperti investor agar supaya pencapaian tujuan
perusahaan tidak terganggu baik dalam perspektif waktu pencapaian tujuan
ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan
(fit and proper test) yang dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan
suatu perusahaan BUMN adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk
membangun “Board Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate
Governance akan menjadi lebih mudah dan cepat.
1. Pengertian GCG
Mencuatnya
skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom,
Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan
kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo
(2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini
adalah beberapa pengertian GCG :
1)
Menurut Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8), pengertian “CG yaitu hubungan antara
perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham,
karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme
pengecekan dan pemantauan perilaku manejemen puncak”.
2)
Menurut Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu
organisasi yang memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal
mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
3)
Tanri Abeng dalam Tjager (2003:iii) menyatakan bahwa “CG merupakan pilar
utama fondasi korporasi untuk tumbuh dan berkembang dalam era persaingan
global, sekaligus sebagai prasyarat berfungsinya corporate leadership yang
efektif”.
4)
Zaini dalam Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah
governance system diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor terhadap
korporasi melalui mekanisme control and balance antar berbagai organ dalam
korporasi, terutama antara.
Dewan Komisiaris dan Dewan Direksi”. Secara
sederhananya, CG diartikan sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk
mengarahkan dan mengendalikan organisasi.
2.
Prinsip-prinsip dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip
GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam
sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang
dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang
penerapan praktek GCG pada BUMN.
1) Transparansi
Keterbukaan
dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya
mengemukakan informasi target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja dalam
tahun mendatang, pencapaian laba.
2) Kemandirian
Suatu
keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan
kepentingan dan pengaruh/ tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat. Misalnya pada perusahaan ini sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya
tidak bertentangan dengan UU lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
3) Akuntabilitas
Kejelasan
fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik
individu maupun kelompok tidak boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau
asal cukup saja, tetapi harus selalu berupaya menyelesaikan tugas dan
kewajibannya dengan hasil yang bermutu tinggi.
4) Pertanggungjawaban
Kesesuaian
di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini
Komisaris, Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi
perusahaan harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
5) Kewajaran (fairness)
Keadilan
dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya
memperlakukan rekanan sebagai mitra, memberi perlakuan yang sama terhadap semua
rekanan, memberikan pelayanan yang terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan
sebagainya.
4.
Kode
Perilaku Korporasi (Corporate Code of Conduct)
Code
of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan Sistem Nilai,
Etika Bisnis, Etika Kerja, Komitmen, serta penegakan terhadap
peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan
aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode
perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut :
PT. NINDYA KARYA (Persero) telah membentuk tim
penerapan Good Corporate Governance pada tanggal 5 Februari 2005, melalui
Tahapan Kegiatan sebagai berikut :
Sosialisasi dan Workshop. Kegiatan sosialisasi
terutama untuk para pejabat telah dilaksanakan dengan harapan bahwa seluruh
karyawan PT NINDYA KARYA (Persero) mengetahui & menyadari tentang adanya
ketentuan yang mengatur kegiatan pada level Manajemen keatas berdasarkan
dokumen yang telah didistribusikan, baik di Kantor Pusat, Divisi maupun ke
seluruh Wilayah.
Melakukan evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment)
dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun
dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Adapun Prinsip-prinsip Good Corporate Governance di PT NINDYA KARYA (Persero)
adalah sebagai berikut :
1) Pengambilan Keputusan bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai,
sistem, tata kerja korporat, kebijakan dan struktur organisasi.
2)
Mendorong untuk pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya secara
efektif dan efisien.
3)
Mendorong dan mendukung pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham
dan stake holder lainnya.
Dalam
mengimplementasikan Good Corporate Governance, diperlukan instrumen-instrumen
yang menunjang, yaitu sebagai berikut :
1) Code of Corporate Governance (Pedoman Tata Kelola Perusahaan), pedoman
dalam interaksi antar organ Perusahaan maupun stakeholder lainnya.
2) Code of Conduct (Pedoman Perilaku Etis), pedoman dalam menciptakan hubungan
kerjasama yang harmonis antara Perusahaan dengan Karyawannya.
3) Board Manual, Panduan bagi Komisaris dan Direksi yang mencakup Keanggotaan,
Tugas, Kewajiban, Wewenang serta Hak, Rapat Dewan, Hubungan Kerja antara
Komisaris dengan Direksi serta panduan Operasional Best Practice.
4) Sistim Manajemen Risiko, mencakup Prinsip-prinsip tentang Manajemen Risiko
dan Implementasinya.
5) An Auditing Committee Contract – arranges the Organization and Management
of the Auditing Committee along with its Scope of Work.
6) Piagam Komite Audit, mengatur tentang Organisasi dan Tata Laksana Komite
Audit serta Ruang Lingkup Tugas.
5.
Evaluasi
Terhadap Kode Perilaku Korporasi
Melakukan
evaluasi tahap awal (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman.
Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan
telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
6.
CONTOH
KASUS
Wali Kota
Bandung Ridwan Kamil terus menata kotanya. Tak seperti pejabat di propinsi
tetangga yang dengan sangat arogan menggusur warganya yang sudah menghuni
puluhan tahun, Kang Emil -begitu beliau akrab disapa- melakukan pendekatan yang
sangat manusiawi kepada warga kota Bandung.
"Hari
ini berdiskusi panjang dengan PKL jalan Dayang Sumbi mencari solusi.
Alhamdulillah setelah 30 tahun di situ yang zona merah mereka mau menerima
solusi relokasi ke tempat baru yang dekat dan saling menguntungkan," tutur
Kang Emil di laman facebooknya, Kamis 27 Agustus 2015.
"Sebelum
itu saya mengecek progres revitalisasi tepian Cikapundung agar selesai tepat
waktu dan warga Bandung bisa berinteraksi di pinggir Sungai yang bersih dan
nyaman," ujar Kang Emil.
"Sebelumnya lagi melakukan Sapa
Warga di Bandung Kidul. Hatur Nuhun," tutupnya. Langkah Kang Emil ini mendapat simpati warga
dan ribuan netizen yang menyematkan jempol “like”
di facebook.
"Pemimpin
yang tidak penuh janji..namun penuh dengan bukti.. menenangkan rakyat tanpa
perlu emosi namun dengan rendah hati dan diskusi...... good luck kang
emil...," komen netizen Yusup Hendrawan.
"Ada 10
orang aja pemimpin kayak kang Emil ini, inshaa Allah indonesia jadi
negara terindah di dunia ini,” ujar netizen Soharudin.
Komentar senada dari 833 netizen
mengapresiasi Kang Emil.
Opini Kasus : Budaya etika yang baik akan menghasilkan hal yang
baik pula. Tidak hanya dalam kehidupan bermasyarakat, budaya etika juga harus
diterapkan dalam berbagai bidang, salah satunya
yaitu etika dalam pemerintahan. Pemerintah boleh mengatur rakyatnya, tapi
jangan bertindak diktaktor dan arogan dalam membuat keputusan.
Dalam kasus diatas yang dapat diambil pelajaran adalah, dalam beretika
pemerintah harus bersahabat dengan rakyatnya. Dapat melakukan cara-cara yang
elegan dan lebih manusiawi seperti musyawarah dan diskusi baik-baik untuk
menerapkan sebuah kebijakan, tidak bertindak secara arogan, ekstrem, dan dengan
cara kekerasan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar